Kamis, 30 Juni 2016

RSI PURWOKERTO MILIK SIAPA??

Polemik Rumah Sakit Islam Purwokerto terus bergulir. Muhammadiyah bersikukuh mengkalim sebagai pemilik yang sah. Sementara Karyawan menolaknya. Sebenarnya RSIP milik Siapa ? Berikut kajian history oleh Rektor IAIN Purwokerto, Dr. Luthfi Hamidi
______________

RSIP Milik SIAPA ?

Oleh: Dr. Lutfi Hamidi  (Rektor IAIN Purwokerto)

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada empat akte otentik RSI Purwokerto dan beberapa dokumen lain yang dapat dijadikan legal standing dalam membuka tabir misteri yang bikin gerah tersebut.  

Pertama, Akte Notaris Soetardjo Soemoatmadja, no 34, tanggal 22-3-1983  Dalam akte ini, dapat diketahui bahwa inisiator dan pendiri YARSI adalah:  1. Abdul Kahar Anshori, Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Banyumas,  2. Drs. H. Djarwoto Aminoto, Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Banyumas,  3. KH Sjamsoeri Ridwan, Pensiunan Pegawai Departemen Agama,  4. Muhammad Soekardi Hasanmihardja, wiraswasta, dan  5. H. Muflich Yasmirdja, wiraswasta.

AKTA PENDIRIAN TH 1983

Dari akte ini, dapat diletahui bahwa tokoh tokoh pendiri dan badan pengurus YARSI yang lain, adalah (i) aparatur pemerintahan yang karena tugas dan jabatan yang melekat padanya, harus mementingkan kepentingan bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, (ii) wiraswasta, dan (iii) hanya satu, yang benar benar berasal dari dan atas nama Muhammadiyah, yaitu Muhammad Soeparno, Direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Purwokerto.  Dalam akta ini, diketahui bahwa YARSI adalah organisasi yang mandiri, bukan bagian dari atau sub ordinat dari organisasi yang lain. 

Hubungan antara YARSI dan Muhammadiyah dalam akte ini, hanyalah dalam hal  1. anggota pendiri YARSI menjamin afiliasi antara yayasan dan organisasi Muhammadiyah daerah banyumas.  2. Jika yayasan dibubarkan, sisa aset dan amal usahanya diserahkan kepada Muhammadiyah Banyumas. 

Kedua, berdasarkan akte notariat inilah, yayasan berkirim surat kepada Bupati Banyumas, melalui surat no. 26/ORG/VII/1983, tgl 1 juli 1983 untuk mengizinkan dan membuatkan rekomendasi penggalangan dana sebesar Rp 650.000.000 kepada seluruh masyarakat muslim banyumas.  Bupati mengizinkan dan membuat rekomendasi pengglangan dana sukarela kepada seluruh umat muslim banyumas; melalui Keputusan Bupati Banyumas no 466/110/83/51, dengan ketentuan infaq sebagai berikut: Untuk siswa siswi SD/MI Rp 100,- SLTP Rp 250,- SLTA Rp 750,- dan Rp 1000,- untuk pegawai negeri muslim, jamaah haji, masyarakat muslim lainnya.  Penggalangan dana tersebut, secara massif dilakukan dan karena posisi bupati sebagai pemberi rekomendasi dan pengurus YARSI kebanyakan pimpinan instansi pemerintah, penggalangan dana tersebut terkesan tidak lagi sukarela, karenanya Bupati melakukan revisi terhadap keputusan tersebut dengan Keputusan no 466/158/83/51.  Hingga akhir agustus 1986, hasil dari penggalangan dana tersebut, terkumpul Rp 151.324.884,55.  Pada tgl 5 September 1986, RSI secara resmi operasional, dibuka oleh Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk wilayah Banyumas. 

Ketiga, Rekomendasi Bupati Banyumas no 445.04.XII.51.86 terkait dengan persyaratan Rumah Sakit, secara tegas menyatakan bahwa RSI Purwokerto didirikan secara swasembada murni, yang dibiayai oleh kaum muslimin Indonesia, khususnya kaum muslimin Banyumas.

REKOMENDASI BUPATI ROEDJITO TH 1989 utk YARSI PURWOKERTO

Keempat, Akte Notaris Surdjana Hadiwidjaya, SH. No 19, tgl 23-12-1986 .Dalam akta YARSI kedua ini, diketahui adanya perubahan beberapa pasal, perubahan badan pendiri dan badan pengurus.  Adapun susunan badan pendiri dalam akta ini adalah:  1. Drs. H. Muhammad Musa, Dekan Fakultas Ekonomi Unsoed  2. Drs. Syamsuhadi Irsyad, Ketua Pengadilan Agama Purwokerto  3. Drs. Suhaimi, Kepala SMEA Negeri Purwokerto  4. H. Abdul Kahar Anshori, pensiunan kepala kantor departemen agama kabupaten banyumas 5. H. Syamsuri Ridwan, pensiunan kepala kantor departemen agama kabupaten Banyumas. Dalam akte ini, diketahui bahwa ketua badan pengurus masih sama dengan akte sebelumnya, yaitu, Drs. H. Djarwoto Aminoto, kepala kantor departemen pendidikan dan kebudayaan kabupaten banyumas.  
Hanya saja dalam akte ini, ada tambahan Penasehat, yang dijabat oleh RG Roedjito, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas.  Sama dengan komposisi badan pendiri dan badan pengurus sebagaimana dalam akte sebelumnya, hanya ada satu pengurus yang berasal dari dan atas nama Muhammadiyah, yaitu H. Muhammad Suparno, Kepala Madrasah Muallimin Muhammadiyah Purwokerto. 

Kelima, akte notaris Surjana Hadiwidjaya, SH no 28 tgl 21 Desember 1990.  Berbeda dengan dua akte notaris RSIP sebelumnya, pada akte notaris RSIP yang ketiga ini, ada perubahan mendasar terhadap anggaran dasar RSIP. Yaitu:  1. Mengesahkan mukadimah Anggaran Dasar dan merubah total Anggaran Dasar Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto.  2. Menguasakan sepenuhnya kepada tuan haji Abdul Kahar Anshori untuk melakukan perubahan total dalam anggaran dasar yayasan. 

Dalam mukadimah ini disebutkan bahwa Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas berkehendak mendirikan suatu yayasan yang berdasarkan Aqidah Islamiyah yang bersumber kepada Al-Quran dan As sunnah shohiehah, sehingga amal usahanya didasarkan sebagai ibadah dan mencari keridloan Allah Subhanahu Wata'ala yang digali dari masyarakat dan untuk masyarakat. Untuk melaksanakan cita-cita tersebut maka Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas dengan Surat Keputusannya Nomor: A-1/002/1983 tanggal 11 Jumadilawwal tahun 1403 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 23-2-1983 membentuk Badan Pendiri yang bertugas mendirikan suatu Badan Hukum yang berbentuk Yayasan.  Dalam Anggaran Dasar Yayasan seperti yang tertuang dalam akte notaris ini, lagi lagi tidak ada diktum yang menyatakan bahwa YARSI adalah subordinat atau bagian dari amal usaha Muhammadiyah.  Bahkan, dalam Anggaran Dasar Yayasan yang termaktub dalam akte notariat ini, diktum anggota Badan Pendiri menjamin afiliasi Yayasan dengan organisasi Muhammadiyah, juga ditiadakan.

Dalam akte notaris ini, juga ditiadakan jabatan Penasehat, yang dalam akte notaris kedua YARSI diadakan dan dijabat oleh Bupati Banyumas, RG Roedjito.  Dari diktum diktum yang ada dalam akta notariat ini dapat diketahui bahwa hubungan antara YARSI dengan Muhammadiyah hanyalah sebatas pada, bahwa Muhammadiyah berinisiatif untuk membentuk Badan Pendiri Yayasan saja dan manakala Yayasan yg kemudian dibentuk oleh Badan Pendiri tersebut pailit atau dibubarkan, Badan Pendiri menyerahkan sisa kekayaan dan amal usahanya kepada Muhammadiyah Daerah Banyumas.  Selain dari pada itu, Yayasan memiliki eksistensi tersendiri untuk mengelola dirinya sendiri. 

Sebagai catatan, ada beberapa hal yang patut ditelisik lebih jauh lagi. Yakni:  ()i) dalam akte notariat ini, tuan Haji Abdul Kahar Anshori, menghadap ke notaris dalam kedudukannya sebagai Ketua Badan Pendiri, padahal dalam akta notaris yang terakhir, ada perubahan anggota Badan Pendiri, Badan Pendiri nomor satu adalah Drs H. Muhammad Musa.  (ii) mengapa tuan Haji Abdul Kahar Anshori diberi kekuasaan tunggal untuk melakukan perubahan total terhadap Anggaran Dasar Yayasan, sementara masih ada anggota badan pendiri dan badan pengurus yang lain?  (iii) mengapa realitas historis yang sangat penting, bahwa YARSI pendiriannya diprakarsai oleh Badan Pendiri yang ditunjuk oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, baru ada dalam akte notariat YARSI yang ketiga, tahun 1990, tetapi tidak ada dalam akte notaris YARSI tahun 1983 dan 1986? 

Keenam, akte notaris Hj Imarotun Noor Hayati SH no 17 tanggal 9-2-2009  Dalam akta notaris yang terakhir ini, tidak ada perubahan mendasar terhadap akte notaris YARSI sebelumnya, kecuali mengesahkan perubahan Badan Pendiri menjadi Badan Pembina, dan menambah organ Pengawas disamping Pengurus.  Badan Pembina dalam akte notaris ini adalah Drs H. Syamsuhadi Irsyad, SH. MH, sebagai Ketua diabantu oleh dua orang anggota, Drs H. Muhammad Musa dan Drs H. Suhaimi.  Sama dengan akte notaris sebelumnya, tidak ada diktum yang menyatakan bahwa YARSI adalah afiliasi, subordinat atau bagian dari amal usaha Muhammadiyah, kecuali diktum yang ada dalam Mukadimah.  Bahkan dalam akte notaris yang terakhir ini, tidak ada lagi keharusan untuk menyerahkan sisa kekayaan Yayasan kepada Muhammadiyah seperti yang termaktub dalam akte akte notaris sebelumnya. 
Dalam akte notaris ini, manakala Yayasan dibubarkan maka sisa likuiditas diserahkan kepada negara. 

Lantas dari mana muncul klaim bahwa YARSI didirikan Muhammadiyah dan oleh karenanya RSIP adalah milik Muhammadiyah?  Ternyata sumbernya hanya dari  surat surat keputusan yang dibuat oleh Muhammadiyah sendiri, bukan berasal dari dokumen otentik akta notaris YARSI, yang merupakan sumber hukum satu satunya dalam silang sengketa ini. Kalau toh ada diktum dalam akte notariat YARSI terkait afiliasi dengan Muhammadiyah, sebagaimana yang ada dalam akte yang pertama, tahun 1983.  Makna afiliasi dalam diktum tersebut, sebagaimana yang telah ditetapkan pengertiannya oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas, H AK Anshori (Ketua) dan Drs. Daliman (sekretaris) di Purwokerto, 20 Juni 1989, adalah bahwa: afiliasi tidak berarti adanya campur tangan Muhammadiyah kepada YARSI dalam segala amal usahanya secara terinci, formal dan mendetail, apalagi akan menjadikan amal usaha YARSI sebagai obyek komersiil bagi Muhammadiyah. ##

Makna AFILIASI YARSI oleh MUHAMMADIYAH

UMP Ingkari Kesepakatan Awal Mediasi dengan Pemkab tentang RSIP



Bupati Banyumas Bersitegang Dengan Rektor UMP
UMP Ingkari Kesepakatan Awal Mediasi dengan Pemkab
Pemkab Banyumas sepertinya sudah mulai tegas menangani polemik RSI dengan Muhammadiyah. Bupati menegaskan ,pihaknya beserta jajaran Forkimpimda akan segera mengambil alih kasus RSI yang akan digagahi oleh Muhammadiyah untuk kepntingan UMP itu.
Perdebatan keras dikabarkan terjadi pada pertemuan antara Bupati, Forkompimda dengan jajaran Muhammadiyah dan UMP siang ini (Rabu) di Rumah Dinas Bupati.
Sesuai kesepakatan pada pertemuan-pertemuan mediasi sebelumnya, sudah disepakati bahwa Pemkab akan mengambil alih kasus bersama jajaran Forkimpda.Hal itu dengan maksud penyelesaian bisa lebih adil antara para Karyawan dengan UMP dan Muhammadiyah.
Namun demikian, pertemuan hari Rabu ini Rektor UMP dan jajaran Muhammadiyah sepertinya mengingkari kesapatakan sebelumnya . Rektor , SYamsu Irsyad dari informasi yg kita serap dari dalam ruangan itu, sempat bernada tinggi di hadapan Bupati. Ia menolak jika kasus RSI ini akan diambil alih oleh Pemkab. Akibatnya Bupati pun sempat njeglag, kaget. "Bukankah pertemua -pertemuan sebulmya di sini sudah sepakat, ini akan diambil alih oleh pemkab dan akan dikemablikan ke titik nol. Kenapa ini diingkari"?, kata Bupati.
Setelah usai, Bupati dan jajaran Forkompimda nampaknya akan bersikap lebih tegas untuk mengambil alih dan meng-status quo kan RSIP. Namun belum tau persis keputusan tsrsbut akan diambil oleh bupati, karna kabrnya Ia mendapat tekanan yn cukup kuat dari Muhammadiyah.
Perundingan ini di motori oleh Bupati Banyumas, Ahmad Husen dengan melibatkan para pihak (Karyawan RSIP dan Muhammadiyah serta UMP). Perundingan juga melibatkan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) yakni, dari Polres, Kodim, Kejaksaan dan usur lainnya.
Sangat disayangkan ada pihak-pihak yang terkesan arogan dalam pertemuan mediasi forum pimpinanan daerah tersebut.
Sekedar review, persoalan utamanya adalah; Karyawan menolak Yayasan dan Muhammadiyah yang akan mengalihkan RSIP ke UMP di dukuh waluh utk kepentingan Fak. Keokteran. Smentara itu Muhammadiyah sebaliknya mengklaim bahwa RSIP adalh miliknya yang bebas diatur sesuai kebijakan muhammadiyah.
Karyawan menolak karna merasa tau bahwa RSIP ini 100 persen dibiayai dengan dana rakyat yang ditarik dengan dasar SK Bupti Roedjito th 1984-1986. Karyawan bersikukuh dan akan mempertahankan habis-habisan RSIP utk tidak lepas ke tangan Muhammadiyah. Bgitu pula Muhammadiyah mengancam akan mengerahkan pasukan Kokam ke Banyumas untuk menghalau lawannya di RSIP ini. ###
Foto: Suasana Rapat Mediasi Forkompimda Banyumas dengan Jajaran Muhammadiyah dan UMP.

Rabu, 29 Juni 2016

POLEMIK RSI PURWOKERTO DENGAN MUHAMMADIYAAH DAN UMP

Rumah Sakit Islam Purwokerto (RSIP) yang berlokasi di Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kini dirundung masalah hukum yang serius.Pasalnya Yayasan tampat RSIP ini bernaung yakni YARSI (Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto) dinilai oleh para karyawan dan beberapa pengurusnya tidak lagi amanah. Tidak amanahnya karna menurut para karyawan yang berkerja di RSIP ini , Yayasan dinilai telah secara nyata berkongkalikong dengan Ormas Muhammadiyah mengalihkan aset Yayasan yakni RSIP kepada pihak lain yakni Muhammadiyah.

"RSIP bukan milik Muhammadiyah, RSIP Bukan milik UMP, RSIP adalah milik Wong Banyumas", demikian diantara bunyi poster-poster dan spanduk yang dibuat oleh para Karyawan RSIP dalam aksi unjuk rasa selama enam bulan terakhir. Spanduk-spanduk cukup besar itu tidak hanya dibawa ketika mereka melakukan aksi turun jalan di halaman Gedung Bupati, Polres dan Pengadilan Negeri , Banyumas namun juga sempat menghiasi lingkungan Rumah Sakit beberapa waktu lalu.
Foto: Karyawan RSI Purwokerto Memasang spanduk penolakan terhadap UMP belum lama ini
Rumah Sakit Islam Purwokerto dengan jumlah karyawan sekitar 250 orang ini , hingga saat artikel ini ditulis bisa dikatakan dalam kondisi yang tidak harmonis dan menegangkan. Penyebabnya , kalau boleh disederhanakan, adanya konflik dan perbedaan kehendak antara Pihak Yayasan dengan Para Karyawan dan pengurusnya sendiri. Pihak yayasan menghendaki RSIP ini dialihkan kepemilikannya kepada  Lembaga Muhammadiyah Banyumas sedangkan Karyawan menolaknya mentah-mentah dan menghendaki agar RSIP tetap menjadi milik YARSI yang independent.

Karyawan tidak menghendaki RSI menjadi  milik salah satu ormas agama manapun. Karna menurut mereka dalam akta pendirian dan sejarah pendiriannya tidak ada satu klausulpun yang menyatakan bahwa RSI itu adalah milik Muhammadiyah. Dalam AD/ART Yarsi yang berdiri awal tahun 1980-an ini Muhammadiyah memang disebut yakni berafiliasi  dengan RSIP. Afiliasi itu kemudian diterjemahkan oleh Muhammadiyah sendiri melalui surat keterangannya pada tahun 1989, bahwa kata afiliasi itu hanya bersifat ideologis dan tidak berarti ikut campur atau bahkan memiliki dalam pengelolaannya.

Sementara itu,  karna merasa memiliki RSIP, melalui Surat Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas yang disepakati oleh Pimpinan Pusatnya 2014 lalu, mengalihkan pengelolaan RSI itu kepada Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk digunakan sebagai RS Pendidikan Fakultas Kedokteran di kampus tersebut.

Terdapat sebuah pertanyaan yang terasa janggal  bagi banyak pihak atas fenomena Pengambil Alihan RSIP oleh Muhammdiyah ini. Diantaranya adalah mengapa SK  klaim  itu baru dilakukan pada tahun 2014 . Padahal RSIP ini sudah berdiri dan beroperasi sejak tahun 1980-an. Sejumlah pihak yang berkonflik menduga hal itu berkiatan dengan keberadaan Fak Kedokteran UMP yang hingga kini belum punya rumah sakit sendiri. Mungkinkah akuisisi itu dilakukan untuk menyelamatkan Fak Kedokteran UMP karna selama ini sudah melangsunkan  perkuliahan bagi mahasiswanya  sementara  belum memiliki rumah sakit sendiri ? Karna aturannya memang keberadaan  RS adalah wajib adanya bagi PT Yang berani membuka FK. Faktanya sejumlah Surat Keputusan ber Kop UMP terkait dengan peran FK-nya  pun kemudian muncul mencampuri urusan pengelolaan RSI. Hanya Tuhan yang Tau.

Tahun 2013 adalah awal FK UMP berjalan dan hingga 2016 masih berlangsung menerima mahasiswa baru dengan kepemilikan RS yang  belum jelas  . Terkait dengan FK UMP ini sebenarnya Ia sudah berusaha membangun RS sendiri tidak jauh dari kampusnya yakni di Desa Karangsoka, sekitar 500 m timur kampus. Namun konon  tidak dijinkan  Pemkab, karna dibangun tanpa legalisasi yang benar  diantaranya karna dibangun  di atas zona hijau.

Semenjak Muhammadiyah mengklaim dan menyatakan mengambil alih RSIP ini gelombang protes dari internal rumah sakit memang terus mengalir deras. Upaya upaya dialogis antara pihak Yayasan dan pekerja tak membuahkan hasil. Gelombang protes pun akhirnya pecah melalui beberapa aksi unjuk rasa oleh para karyawan RSIP sejak Nopember 2015 lalu. Mereka terang-terangan menolak akuisisi RSIP oleh Muhammadiyah dan menuntut agar RSIP tetap independent sesuai amanah pendirian semula. 

Bahkan Karyawan dalam aksinya di sejumlah titik di dalam maupun di luar lingkungan RS  sempat menunjukan Surat Rekomendasi  Bupati Banyumas Roedjito tertanggal 31 Desember 1986, sebagai salah satu dalilnya, yakni tentang keberadaan dan kegiatan Rumah Sakit Islam Purwokerto. Dalam Surat Rekomendasi tersebut isinya memang menyatakan bahwa Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah milik Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto yang didirikan secara swasembada murni yang dibiayai oleh kaum Muslimin Indonesia khususnya kaum Muslimin Banyumas. 

Protes keras atas pengambil alihan RSI oleh Muhammadiyah itu tidak hanya dilakukan oleh Karyawan namun juga oleh mantan Direktur Pertama dan Kedua RSIP, yakni, Ny. dr. Suarti (80) yang menilai langkah yang dilakukan oleh para Pembina Yayasan dan Pengurus lainnya itu adalah langkah yang salah dan menghianati amanah warga Banyumas. Sebagai bentuk protesnya , Jika Muhammadiyah bersikukuh menyatakan RSIP adalah miliknya, Ia mengancam akan mengambil kembali tanah miliknya  seluas sekitar 230 ubin yang sekarang berada di lingkungan dan dipakai oleh RSI. Karna tanah tersebut masih bersertifikat atas namanya. Namun jika Yayaan tetap independent Ia akan merelakan tanahnya dipakai oleh rumah sakit secara cuma-cuma.

Ternyata Muhammadiyah tidak bergeming bahkan menyatakan bahwa dr. suarti hanyalah atasnama atas tanah tersebut. Ny. Suarti pun meradang dan membuktikan ancamannya itu dengan memperkarakannya dan membawanya ke jalur hukum di Pengadilan Negeri Purwokerto, akhir 2015 lalu. Langkah hukum ini didukung sepenuhnya oleh Srikat pekerja RSIP dengan selalu memenuh ruangan sidang di kantor PN Purwokerto saat sidang digelar.

Protes berikutnya muncul dari dua orang personil pengurus Yayasan yakni, dr. Daliman dan Edi Purnomo yang menyatakan bahwa klaim Muhammadiyah atas RSIP  dan mengambil alih pengelolaannya dinilai sebagai sebuah pelanggaran hukum  sebagaimana diatur dalam Undang Undang Yayasan. Dalam UU Yayasan ini menurutnya aset yayasan tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Dan dua orang pengurus Yarsi ini pun kemudian ikut mengajukan gugatan ke PN Purwokerto . Gugatannya telak yakni langsung tentang pengambil alihan RSIP ini oleh Muhammadiyah dan UMP. Yang digugat adlaah, Pengurus Muhammadiyah baik Pusat maupun Daerah yang terlibat mengeelurkan SK pengaambilalihan,  tiga orang pembina yayasan beserta para pengurus dan pengawas yayasan karna dinilai lalai dalam menjalankan roda yayasan tidak sesuai aturan main UU Yayasan.

Tidak lama setelah gugatan kedua tersebut dilayangkan, gugatan ketiga pun menyusul dilakukan oleh Para Karyawan RSIP . Jika gugatan pertama dan kedua berupa perdata , gugatan ketiga oleh para karyawan itu adalah Pidana yang ditujukan kepada tiga orang pembina yayasan dan sejumlah pengurus lainnya melalui Polres Banyumas.Ketiga orang Pembina Yayasan yang diadukan ke polisi itu adalah, Syams H, dr.  Mam, dan A Supart. Karyawan mengadukan mereka ke polisi dengan dugaan penyalah gunaan uang yayasan yang dikelola oleh RSIP. Laporan ini baru saja dilakukan oleh para karyawan RSIP pada pertengahan bulan ini , Mei, 2016 . Jika terbukti dugaan tersebut bisa jadi orang-orang yang juga menjadi pejabat penting di UMP ini akan membuat geger Banyumas.

Sementara itu,  Gugatan Pertama olh dr. Suarti kepada Yayasan, sudah diputus oleh PN Purwokerto pada awal Mei 2016 ini, yang dimenangkan oleh pihak Yayasan sebagai tergugat atas tanah tsb. Atas putuan tersebut dr. Suarti dan Pengacaranya menyatakan Banding. Kemudian gugatan Perdata yang Kedua hingga bulan Mei ini sudah memasuki bulan keempat dan hingga kini masih berjalan persidangannya dan belum diputus. 

Dengan rentetan gugatan dan bahkan laporan pidana ke polisi ini polemik akan semakin tajam. Apalagi sejumlah elemen masyarakat yang paham sejarah berdirinya RSI sudah mulai terang-terangan mendukung para karyawan dan para penggugat. Jika  gugtan pengambil alihan itu dimenangkan oleh pihak penggugat, maka Muhammadiyah harus hengkang dari RSIP termasuk upaya menjadikannya sebagai RS Fak Kedokteran UMP. Apapun alasannya kepentingan publik adalah yang harus didahulukan.Sanggupkah Muhammadiyah membuktikan bahwa RSIP itu adalah miliknya, sanggupkah melawan derasnya publik yang mendukung independensi RSIP ?

Pertanyaan penting , mengapa UMP berani membuka Fak Kedokteran sementara RS belum punya ? Jika benar biaya yang dikeluarkan pada saat pendaftaran mahasiswanya tidaklah sedikit ditambah kerugian waktu sekian taun kuliah tanpa hasil dan  gagal  mewisuda dokter, maka tidak menutup kemungkinan para orang tua wali mahaiswa itu   bisa pula menuntut Penyelenggara Fak Kedokteran  dengan kerugian yang dialaminya itu.

Faktanya sejumlah Pakar Kesehatan dan Kedokteran akhir-akhir ini banyak mengkritik sejumlah perguruan tinggi yang memaksakan diri membuka Fakultas Kedokteran padahal sarana dan prasarana yang dibutuhkan belumlah siap.  Bahkan Menteri Kesehatan sendiri pernah merekomendasikan  untuk menutup sejumlah Fak Kedokteran yang dinilainya abal-abal, yakni yang sudah berani membuka perkuliahan sementara persyaratan belum terpenuhi termasuk kepemilikan rumah sakit. 

Bagaimanakah polemik dan uji hukum atas UU Yayasan  yang melibatkan Para Karyawan RSIP dengan Pengurus Yayasan yang menaunginya ini akan berakhir ? Akankah Karyawan RSI dan Warga Banyumas berhasil menjaga independensi RSI dan menyelamatkan RSI dari klaim Muhammadiyah ?  Keputusan Pengadilan yang akan menjawab semuanya itu. Kita berharap Pengadilan akan bersikap adil dengan menegakkan supremasi hukum tanpa menoleh iming-iming pihak yang sangat mungkin menawarkan hadiah besar atas kasus yang ditanganinya.  Karna jika diketahui berpihak atas kepentingan kelompok, , dikhawatirkan akan terjadi gelombang aksi massa yang tidak berkesudahan di Banyumas, wilayah yang selama ini dikenal damai dan menjadi Punjering Tanah Jawa . Wallohu 'alam.

Selasa, 28 Juni 2016

Rumah Sakit Islam Purwokerto

Apa yang terjadi di RSI Purwokerto bukanlah konflik Muhammadiyah dengan NU tapi konflik yang dipicu oleh keserakahan segelintir orang di elit pimpinan Muhammadiyah daerah dan pusat yang berusaha mengangkangi sebuah lembaga yang didirikan dari hasil swadaya masyarakat Muslim Banyumas. Biarkanlah RSI Purwokerto kembali statusnya seperti semula dibawah yayasan yang mandiri bukan dikangkangi sebagai milik Muhammadiyah saja. Peran penting para tokoh Muhammadiyah dalam gagasan pendirian RSI Purwokerto aodalah fakta sejarah yang harus diakui, tapi mengklaimnya sebagai milik dan hasil amal usaha Muhammadiyah adalah kebohongan besar yang menciderai semangat  gotong royong dan kebersamaan lintas Ormas yang telah menjadi jati diri RSI Purwokerto sejak awal pendirian dan perkembangannya sebagai lembaga pelayanan kesehatan.